Belajar adalah suatu hala yang harus terus dilakukan manusia untuk dapat hidup sebagai sebenar-benarnya "manusia" di muka bumi. Dalam agama saya, yaitu Islam, belajar itu dimulai dari sejak lahir hingga ke liang lahat. Bahkan Nabi Muhammad SAW, yang waktu itu tinggal di daratan arab juga menganjurkan untuk belajr, bahkan hingga ke negeri Cina (maksudnya setinggi-tinggi dan sejauh-jauhnya, arab- cina kan jauh tuh). Di dalam Al-Quran juga berulang kali disebutkan kata-kata seperti "Apakah kalian tidak berfikir", dan lain sebagainya, dan saya yakin di ajaran agama manapun ditekankan pula perihal belajar ini.
Belajar pada dasarnya merupakan kegiatan memanusiakan manusia. emangnya kita belum jadi manusia? hahahah, manusia yang saya maksudkan adalah manusia yang sepenuhnya manusia, yaitu yang punya dan mampu memfungsikan Cipta, Rasa dan Karsanya. Pada proses yang namanya belajar ada dua elemen penting yaitu "sang pembelajar" dan "yang dipelajari atau biasa disebut Ilmu". Sang pembelajar, akan memburu ilmu, untuk mengiprove kualitas dirinya. Semakin banyak ilmunya semakin dekat dia dengan manusia sempurna.
seseorang yang berilmu adalah orang-orang yang mengenal Tuhannya. Ciri-ciri orang yang telah mengenal tuhanya adalah tercermin dari dirinya yang selalu menjadi rahmat bagi semesta alam dan selalu bertingkah laku sesuai karakter Tuhanya, yaitu Asmaul Husna. Kalau ada orang yang mengaku berilmu tapi masih berbuat curang, yaaa itu berarti belum berilmu. kalau ada orang yang berpendidikan tapi masih suka korupsi yaaa itu belum jadi manusia berarti.
Belajar itu tidak terbatas apa yang ada di ruang kelas. Belajar itu meliputi ruang lingkup yang lebih luas lagi. Belajar juga harus dimaknai sebagi suatu rangkaian proses tak berkesudahan. Belajar bukanlah suatu hal yang hanya dilakukan dalam hitungan hari, bulan, atau bahkan tahun. Untuk dapat makan dengan benar, orang harus belajar, untuk dapat berjalan dengan benar orang arus belajar, untuk dapat mati dengan tenang dan masuk surga pun orang juga harus belajar.
Ilmu, pada dasarnya semua ilmu itu datangnya dari Allah SWT. Fisika, Kimia, Teknik, Kedokteran, Fiqih, Muamalat dan lain-lain. Syarat yang perlu dilakukan dalam mencari ilmu pada dasarnya telah dicantumkan dalam Alquran, yaitu terus menerus (istiqomah) dan sabar. Menuntut ilmu bukan hanya sebatas untuk mencari kerja, menuntut ilmu haruslah terus dilakukan hingga liang lahat.
Paradigma yang salah selama ini telah berkembang pesat dalam masyarakat. Paradigma pertama adalah paradigma yang meletakan proses belajar di sekolah (sistem kelas) adalah satu-satunya proses belajar (ingat ya, yang saya maksud disini sistem kelasnya, jadi belajr ngaji di surau dan lain sebagainya juga termasuk dalam konteks ini). Paradigma ini menganggap bahwa kegiatan manusia di luar kelas tidak lagi di hitung sebagai suatu proses belajar. Paradigma ini kemudian diperparah lagi dengan terbatasnya fasilitas yang dimiliki sekolah (atau lembaga pendidikan lain lah) serta mekanisme pasar yang membuat situasi dimana hanya salah satu produk pendidikan sekolah yang lebih baik nasibnya. Orang-orang dengan pardigma ini kemudian hanya akan belajar sebatas dirinya aman mekanisme pasar yang berlaku. Orang-orang ini hanya belajar agar dapat kerja, setelah itu dia tidak lagi belajar, mereka merasa sudah cukup asal hidupnya sudah aman. Paradigma ini juga membuat orang belajar tidak sesuai dengan potensinya. Banyak orang hanya belajar untuk mengejar apa yang dibutuhkan pasar, bukan belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Paradigma seperti ini bukan lah suatu paradigma pembelajaran.
Paradigma berikutnya adalah paradigma dikotomisasi antara ilmu agama dan ilmu dunia. Beberapa orang menggolongkan ilmu-ilmu seperti fiqih,aqidah dll dsb itu kedalam ilmu agama, dan fisika, matematik dll dsb itu kedalam ilmu dunia. Satu kelompok menganggap bahwa belajar ilmu dunia harus didahulukan karena merupakan tuntutan jaman, sedangkan kelompok yang lain mengatakan bahwa ilmu agama harus diutamakan karena merupakan panduan hidup. Paradigma ini menurut saya merupakan pardigma yang aneh. Bukanya di Alquran itu sudah jelas bahwa semua ilmu itu datangnya dari Allah? lalu kenapa harus didikotomikan? kenapa harus dibeda-bedakan?. Menurut saya, mengenai ilmu apa dulu yang harus kita pelajari bukanlah suatu hal besar yang harus diributkan. menurut saya belajr itu bisa dari mana saja karena pada dasarnya semua akan bermuara pada satu titik yang sama yaitu Allah SWT, mengenai apa dulu yang dipelajari itu tergantung kondisi dan metode yang kita pilih, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah kontinuitas proses belajar kita dan kesabaran kita dalam belajar.
Menurut saya ilmu itu tidak hanya ada di buku, tapi juga ada di seluruh alam semesta. Seluruh hal yang ada di alam ini adalah ilmu, ilmu yang digunakan untuk memanusikan manusia. Seluruh hal yang ada di alam ini adalah ciptaan Allah, maka secara logika, mempelajari apa yang ada di alam ini akan membawa kita mengenali pencipta dari alam ini, yaitu Allah SWT, yang mana parameter dari keberhasilan kita mengenali dari pencipta alam ini ditandai dengan karakter kita yang semakin tunduk dan patuh pada Allah SWT. Ilmu teknik, kedokteran, sastra, matematik, dan lain-lainya pada dasarnya adalah mempelajari segala hal yang ada di alam, secara logika berarti mempelajari hal-hal tersebut secara mendalam akan membawa kita kepada pengenalan terhadap Allah SWT. Sama halnya dengan jika kita belajar ilmu agama secara mendalam kita juga akan menuju pada pengenalan terhadap Allah SWT.
Jika masih ada orang yang sudah belajar agama namun tingkah lakunya masih buruk, maka dapat disimpulkan bahwa dia belum belajar secara mendalam. Demikian pula jika ada seorang professor pada bidang teknik misalnya, namun tingkah lakunya masih buruk, ya disimpulkan juga belum dalam ilmunya. Jika seluruh ilmu bermuara pada hal yang sama, maka menjadi tidak terlalu penting ilmu apa dulu yang dipelajari, asalakan mempelajarinya harus secara sabar dan terus menerus. Jika anda terlahir sebagai anak dari keluarga dukun misalnya, ga mungkin dong anda diajari agama sejak lahir? jadi ya pelajari saja apa yang pertama disodorkan pada anda, secara terus menerus dan mendalam, maka pada ujungnya akan menemukan panggilan hati untuk kembali ke jalan yang benar, karena sadar bahwa pada dasarnya tidak ada kekuatan yang melebihi kekuatan Allah SWT. Kalau anda terlahir dalam keluarga ustadz misalnya, anda tentu akan mengalami keutamaan dalam mempelajari agama, ok tidak masalah, pelajari saja agama itu sampai mendalam, dan dengan sabar tentunya, maka anada akan menemukan ilmu fisika, biologi, matematika dan lain sebagainya, yang mana ujungnya akan membuat anda mengenal Allah SWT. Atau mungkin anda tumbuh dalam kalangan pencinta ilmu bahasa, maka pelajari saja ilmu bahasa itu secara mendalam, maka anda akan menemukan pengenalan terhadap Allah melalui ilmu tersebut.
Setau saya, banyak ilmuan-ilmuan asing yang saking dalamnya mendalami ilmunya, akhirnya mereka sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang sama dengan apa-apa yang tertera pada Alquran. Mereka mungkin belum sempat mengucapkan syahadat, tapi secara konsep mereka telah melakukan dan sepakat dengan apa-apa yang diajarkan dalam islam. Ilmuan-Ilmuan muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusdi, dll menurut saya juga melakukan hal yang sama. Menurut saya saat ini jaarang sekali ada ilmuan muslim adalah karena paradigma dikotomisasi ilmu ini telah sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat. Dikotomisasi membuat orang yang pintar menjadi jahat dan yang bodoh menjadi alim.
hhmmmm tapi mungkin perlu diperjelas, bahwa dengan statemen saya mengenai "tidak masalah menuntut ilmu dari mana saja itu" tidak menyebabkan munculnya pembenaran bahwa kita harus belajar secara serial ya. Maksud saya, tidak benar juga kalau terus manusia belajar agama dulu teruuuuuuuus baru belajar kedokteran dlll, atau sebaliknya. Otak manusia itu lebih besar dari CPU komputer kapasitasnya, ini membuat manusia bisa belajar secara pararel (secara komputer aja bisa). Artinya manusia seharusnya bisa belajar lebih dari satu hal dalam satu periode yang sama. Jadi, pelajari saja apa-apa yang ada dulu dihadapan kita, maka kita akan menemukan Allah dari sana. secara ekstrem saya mengatakan, yaa kalau anda terlahir sebagai anak dari orang tua beragama non-muslim yaaa sudah pelajari saja apa-apa yang ada di depan anda dahulu, kalau anda lakukan dengan sabar dan mendalam, harusnya anda akan menuju muara yang sama. Dan karena tidak mungkin di hadapan seseorang hanya satu hal, maka pelajari saja semua hal yang ada di depan anda, tapi kalau memang terlalu banyak yang ada di depan anda yaa hak anda untuk memutuskan mana yang dirioriataskan, tidak masalah jalur mana dulu yang mau dipelajari karena semua harusnya bermuara ke arah yang sama.